Alhamdulilah di awal tahun ini punya kesempatan untuk
melakukan hal yang berbeda sebagai self rewards, ucapan terimakasih atas
apa yang sudah didapat dan apa-apa yang sudah dilakukan di tahun 2017
kemarin.
Satu pekan
berlalu, tapi rasanya baru kemarin. Desa Ofu di Pulau Timor menjadi awal
cerita yang berbeda dan indah tak bisa dilupakan. Ditempuh sekitar 4-5
jam perjalanan darat dari kota Kupang. Sepanjang perjalanan di kanan
kiri disuguhi pemandang yang berbeda, terlebih setelah memasuki daerah
Kolbano. Topografi yang berbeda dari umumnya di Pulau Jawa, perbukitan,
jalan menanjak yang semakin meninggi seolah-seolah semakin meninggalkan
daratan, laut dan langit yang terhampar luas biru kehijau-hijauan tak
berbatas serta awan putih yang berarak seolah selalu hadir menggantung
diatas kepala kami. Terkadang juga menjumpai savana lengkap dengan
formasi hewan ternak sapi, domba yang banyak tak bertuan sedang asyik
memakan rumput yang hijau.
Desa
Ofu terletak di Kecamatan Kolbano, Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Setibanya kami disana kami disambut begitu
hangat oleh mamak-mamak, bapa-bapa disana. Kami saling menyapa dan
berjabat tangan. Sebentar kami singgah di rumah ibu pendeta tokoh
setempat untuk istirahat sejenak dan makan siang. Setelah selesai tak
jauh dari tempat rumah ibu pendeta tadi kami semua bergegas menuju ke
sekolah. Riuh suara anak-anak saat berbaris di lapangan sekolah. Membuat
formasi sesuai kelas. Kami rombongan team 1000 Guru juga melakukan hal
yang sama berbaris kesamping menghadap ke wajah-wajah lugu nan polos
anak-anak yang berbaris rapi mengenakan seragam coklat pramuka kala
itu.
Sebagai prosesi awal sebentar ada penyambutan adat dari penduduk setempat. Kami larut dalam suasana cukup hikmat doa yang dilantunkan serta entah menyusul kalimat yang terlontar dari tokoh setempat apa saya tidak mengerti. Tapi yang pasti kami diterima sangat baik, sebagai simbolis kami diberi kain tenun khas pulau Timor yang cantik. Setelah penyambutan adat selesai masing-masing dari kami menyapa halo dan memperkenalkan diri serta asal kota. Setelahnya kami memisahkan diri untuk masuk kelas masing-masing.
Penyambutan adat |
Kebetulan
saya mendapat tugas untuk mengajar dan berbagi di kelas VI. Saya
dibantu juga oleh tiga orang team dari 1000 Guru Kupang (Kak Ida, Kak
Asri dan Kak Ian). Tema atau materi yang kami berikan adalah tentang
pengenalan profesi, menumbuhkan semangat belajar untuk menggapai
cita-cita. Keterbatasan kondisi kelas yang ada mengharuskan kami
mendesain proses penyampaian materi semenarik dan sekreatif mungkin
secara visual.
Aktifitas games di kelas bersama Kak Ian |
Bersama Kak Ida |
Pohon Impian |
Satu jam
berlalu pengalaman yang luar biasa. Untuk saya pribadi yang terbiasa
berdiri didepan kelas dengan audience orang dewasa, tantangan kali ini
jauh berbeda. Faktor bahasa, budaya serta respon pasif dari anak-anak
menjadi tantangan yang luar biasa. Mengapa pasif terlintas dibenak
saya? Oh, mungkin karena mereka cenderung sangat jarang sekali
berinteraksi dengan orang luar, orang-orang baru. Tapi hal ini tidak
menyurutkan semangat kami. Kami harus mengeluarkan efforts yang luar
untuk menciptakan suasana kelas yang mencair, hangat dan ramai. Buah
kerja keras kami terbayar dari senyuman kecil yang tersungging malu-malu
dari mereka-mereka yang lugu terhibur dengan kedatangan kami. Sebagai
perpisahan kami semua berbaris berkumpul diluar bernyanyi, dan hi five
atau tos tangan secara bergantian semua dengan anak-anak, dan tokoh
setempat.
Hi Five bareng kakak-kakak semua |
Rona ceria polos nan lugu ini yang takkan terlupa |
Terimakasih Tim 1000 Guru Kupang |
Berfoto dengan Tim 1000 Guru dan semua anak-anak |
Bahagia, puas,
lega rasanya. Banyak hal yang menarik sebagai pengalaman dan
pembelajaran yang saya dapatkan bukan dari bangku sekolah. Hidup dalam
keterbatasan bukan berarti menyurutkan niat dan langkah untuk tetap
selalu bersyukur kepada Tuhan. Anak-anak antusias pergi ke sekolah dan
saya yakin ada beberapa dari mereka yang harus menempuh perjalanan
berjam-jam dulu untuk bisa sampai ke sekolah. Usai pulang sekolah tak
jarang menjumpai beberapa dari mereka sedang berjalan sambil menenteng
dirigen untuk mengambil air bersih ke mata air. Bapa-bapa dan
mamak-mamak yang duduk didepan rumah sederhana mereka damai rasanya
hidup berdampingan di pedalaman jauh dari riuhnya kota tanpa harus
berlomba mengejar gengsi.
Semoga
kami yang sudah banyak menerima bisa belajar kembali untuk memberi
lebih banyak. Kami yakin bukan hanya kami, beberapa dari kami dan juga
orang-orang yang baru kelak silih berganti akan datang untuk berjumpa
kembali. Harapan besar saya semoga diesok hari dan nanti bisa mendengar
tempat yang kami kunjungi Desa Ofu dan sekitarnya terlebih saat malam
bukan hanya bintang yang menerangi tapi juga nyala lampu yang gemerlap
hadir dari rumah-rumah disana seperti kami di kota. Juga air yang
berlimpah disetiap rumah-rumah yang bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari
tanpa harus bergantung pada satu mata air saja yang jaraknya cukup
jauh. Juga tanah dan ladang yang subur menghasilkan hasil bumi yang
berlimpah. Semoga pemerataan pendidikan yang berkualitas, kesejahteraan, dan infrastruktur di bumi Indonesia ini semakin baik setiap harinya.
Tradisi cium hidung dengan mamak di NTT |
Terimakasih Ofu. Kami menantikan cerita indahmu dikemudian hari ....
Komentar
Posting Komentar