Langsung ke konten utama

Mencicipi pesona Bumi Nusantara [Edisi Bromo dan Waterfall Madakaripura 2]

Ketika sebagian besar orang bilang bahwa saat matahari terbit adalah waktu yang pas untuk memulai perjalanan. Ya..kami sependapat dengan ini. Masing-masing dari kami ketika akan mulai merencanakan, ketika kami akan bersiap tidur di malam hari, ketika kami bergegas bangun dari tempat tidur, dan ketika kami berpamitan melangkahkan kaki untuk sejenak pergi meninggalkan semua kebiasaan yang biasa kami lakukan. Semangat langkah kaki dan dada ini tidak biasa, kami meyakini akan ada sesuatu yang besar yang akan kita raih...ya kami punya mimpi. Dan mimpi ini yang akan kita wujudkan. 
5 sabahat tersenyum siap menjemput mimpi

Terminal, stasiun, bandara, adalah sebagian tempat yang serupa untuk singgah, mengukir cerita dan dimana ada yang datang dan ada yang pergi. Stasiun di kota Bandung ini adalah saksi langkah awal perjalanan kami. Kami membuat janji untuk bertemu disini dan mengawali mimpi kami. Satu per satu dari kami pun tiba dengan langkah yang walaupun sedikit gontai karena punggung kami menopang beban tas yang lebih berat dari biasanya. Tapi ini tidak mengerutkan bibir kami untuk saling tersenyum riang..untuk sekedar saling menyapa "Hai...selamat pagi.." and are you ready ? Kami berlima siap untuk mewujudkan mimpi kami.
Pukul 07.30 tepat deru mesin rangkaian gerbong kereta Eksekutif Argo Wilis semakin gaduh dan tanda peluit terdengar dari balik kaca jendela yang lumayan tebal ini menandakan kereta siap diberangkatkan menuju Stasiun Gubeng Surabaya. Sesuai jadwal kami akan tiba pada pukul 19.30 malam.  
Nyaris seharian kami menghabiskan waktu bersama. Tawa, canda bahkan menurutku cenderung gaduh malah dari atmosfer penumpang yang lainnya. Kami saling bertukar cerita, bermain kartu dan kadang tidak sedikit dari kami mengerutkan dahi karena kegaringan cerita yang coba diceritakan. Krik...krik..Siang menjelang perut dari kami pun keroncongan. Kami makan bersama dalam kesederhanaan nasi bungkus dengan lauk seadanya namun menjadi sangat lezat terasa dan mewah karena kebersamaan ini. Perbukitan, pegunungan, sungai, areal pesawahan yang terhampar hijau menjadi bonus tambahan pemandangan yang bisa kami nikmati dalam perjalanan ini. Ya...aku meyakini bahwa ada kebahagiaan yang ditemukan di sepanjang perjalanan dan bukan semata-mata ditemukan di tempat tujuan.

Di Jatim Expo. Menunggu team yang lain..sambil melepas lelah.

Pukul setengah delapan malam kami pun mendaratkan kaki kami di Stasiun Gubeng dengan sempurna. Masing-masing dari kami langsung mencoba beradaptasi dengan atmosfer sekitar.  Kami pun duduk santai melepas lelah di ruang tunggu untuk sekedar meluruskan kaki dan merebahkan punggung sejenak. Sambil memikirkan moda transportasi yang akan membawa kami ke tempat berikitnya. Ya tentunya ini adalah hal biasa yang kami lakukan..kami akan sedikit melakukan brainstorming kecil-kecilan jika akan berefek pada budget yang akan kami keluarkan..maklum nasib backpacker. Efektif dari segi waktu dan seefisien mungkin.

Taxi yang kami naiki membawa kami ke tempat meeting point yakni di Jatim Expo. Sebagian besar dari kami baru menginjakan kaki kota Surabaya. Oleh karena itu, sesekali dari kami pun mendongakkan leher kami keluar jendela, mengeluarkan lengan dan membiarkan pipi ini tersapu dinginnya angin malam kota pahlawan. Walaupun langit sudah gelap kami mencoba hal konyol ini sedikit karena kami tidak bisa melihat kota ini secara utuh di waktu siang. Hanya sorot lampu kendaraan, lampu jalan dan lampu gedung rumah warga. Di dalam perjalanan kami pun terlibat obrolan ringan bersama pak supir. Bapak supir bercerita tentang keluarganya dan kami pun saling bertanya asal usul, niat tujuan kami kesini. Dua lembar uang terdiri dari seratus ribu dan lima puluh ribu menjadi tanda akhir perjumpaan singkat kami dengan pak supir. Terima kasih Pak...selamat jalan.
Bergaya dulu .... manyunn

Pukul sembilan tepat kami tiba di Jatim Expo. Suasana disini cukup ramai. Banyak muda mudi yang menghabiskan malam minggu di tempat ini. Duduk lesehan berkumpul di tepi rel sambil ngopi dan bercengkrama satu dengan yang lainnya menjadi salah satu pemandangan disini.  Kami bertemu disini untuk meeting point dengan tim Keliling Nusantara yang akan menjadi tour guide kami dan selain itu juga kami berkenalan dengan anggota tour lainnya. Kami memanggilnya Mas Putra dari Keliling Nusantara lah yang akan menjadi tour guide kami. Latar belakang kami yang berbeda tidak menjadi jurang untuk saling mengenal dan menciptakan kebersamaan. Sebagian dari kami berasal dari Jakarta, Bekasi dan kami Bandung.
Minibus Daihatsu Luxio dan Toyota Avanza membawa sebelas anggota tim dan empat tim dari guide tour kami menuju Probolinggo. Seingat kami untuk menuju Probolinggo, kami melintasi langit kota Jombang dan Sidoarjo.  Sidoarjo ini menjadi saksi bisu tenggelamnya beberapa desa, kecamatan oleh musibah lumpur panas dari perut bumi. Di tengah malam yang pekat kami tiba di tempat pemberhentian yang cukup ramai, banyak orang yang mengenakan sarung dan pakaian tebal lainnya untuk membalut tubuh dari dinginnya suhu disana. Aneka deretan Jeep tangguh berbaris rapi. Ini adalah semacam terminal di perkampungan Desa Tengger. Kami pun berganti menggunakan si tua yang tangguh. Medan yang berat pun harus dilalui oleh si tua yang jago off road  ini. Puluhan kelokan tajam berada di kemiringan kira-kira 60 derajat, tanjakan pun harus ditaklukkan dengan sempurna untuk menuju view point yang pertama. Bunyi-bunyi binatang khas hutan di ketinggian pun mengiringi perjalanan kami. Suasana dingin, sunyi, langit yang masih gelap, hanya sorot lampu mobil kami yang mesinnya sesekali harus mati di tengah-tengah medan yang curam seolah menambah atmosfer perjalanan ini menjadi magis dan mistis.

Setelah medan berat dan aura yang terasa mistis dan magis berhasil dilalui kami pun bergegas turun dan melangkah cepat beriringan menuju penanjakan mengikuti Mas Putra. Di depan kami jeep-jeep tangguh sudah terparkir di bahu jalan tepian jurang dan bukit memanjang rapih yang juga membawa sekelompok yang biasa disebut dengan para pemburu sunrise. Seketika kami terjebak dalam dimensi waktu berada di ketinggian 2392 m dpl. Langit masih gelap, tapi semburat kemerahan menandakan matahari akan segera muncul. Tak harus menunggu lama. Sinar mentari pagi terasa hangat di kelopak mata yang terpejam ini. Sinar nya menawarkan kehangatan di tengah dinginnya tubuh berada di puncak ketinggian. Seolah ia hadir menjadi penawar racun dingin. Disini tidak hanya wajah-wajah lokal yang antusias menunggu matahari, wong londo pun tidak kalah banyaknya. Ya..turis mancanegara pun tak kalah antusias untuk mengabadikan hiden paradise nya bumi nusantara ini. Ratusan genggam kamera bersiap menjadi saksi menangkap kemunculan sang surya. Subhanallah.....kerennnn. Hanya ini yang terucap dari bibir kami kala kami terpukau dengan semburat orange yang ada disana. Dimana tempat baru pertama kali kupijak, disitulah mulut dan hati kami mengucap syukur. Semakin jauh kaki melangkah, semakin luas mata ini memandang semakin nyata bukti-bukti kebesaranNya.


Berfoto bersama turis mancanegara
Keindahan Bromo 

Matahari siap menyapa pemburu sunrise

Setelah sejenak puas menikmati hangatnya sang surya. Kami pun bergegas menuju Jeep yang akan membawa kami ke destinasi selanjutnya yaitu lautan pasir.Suguhan lapisan awan yang begitu putih nan lembut muncul secara timbul tenggelam berganti dengan teriknya matahari. Ketika menengok kembali ke atas, ternyata kabut masih tebal menutupi pananjakan, ternyata kami telah menembus awan. Goncangan menjadi penumpang off road kian terasa ketika memasuki hamparan pasir yang luas. Jarak pandang pun semakin terbatas dikarenakan butiran-butiran pasir yang beterbangan karena banyaknya lalu lalang Jeep yang melintas. Kami sejenak serasa berada di dimensi waktu yang berbeda ditelan oleh Benua Afrika melintasi Gurun Sahara. Tak lama kami disuguhi lekukan pasir yang menjulang tinggi. Ini terbentuk dari letusan yang terjadi sebelumnya. Kami pun bergegas turun menyiapkan energi untuk menuju penanjakan selanjutnya. Dalam perjalanan tak jarang kami bertemu dengan kuda. Ojek kuda ini disewakan untuk membawa wisatawan yang enggan jalan hingga pos tangga penanjakan. Konon ada sekitar 250 buah anak tangga.Namun, tangga ini cukup padat penumpukan tidak karuan terjadi karena hanya ada satu lajur untuk naik dan turun. Situasi ini membuat kami memilih meniti terjalnya pasir untuk sampai ke atas. Medan ini cukup membuat nafas kami terengah-engah, menyerah dan berhenti kembali turun sempat merasuki. Namun, kami saling membantu, menyemangati, dan saling mengulurkan tangan untuk bisa sampai di puncak. Lelah pun terbayar saat mencapai puncak kawah, kita akan disuguhkan pemandangan yang tak kita lihat setiap hari. Hamparan bukit pasir yang mengelilingi kawah disertai teriknya matahari di atas kepala kita. Ini menjadi pemandangan yang tak terbayarkan. Sekali lagi disini kami berucap syukur atas keindahan bumi ciptaan Tuhan yang Maha Sempurna.

Saling menyemangati..ayo kamu Bisa!!


tersorot Sang Surya seorang diri

Suasana perjalanan selanjutnya...

Setelah puas kami segera turun untuk kembali ke Jeep tua yang akan membawa kami ke destinasi mengejutkan lainnya. Savana disini adalah hamparan perbukitan, hamparan luas yang ditumbuhi ilalang dan tumbuhan liar lainnya. Menambah pesona bukit tersembunyi ini tak kalah dengan savana-savana di Benua Afrika sana atau di belahan bumi manapun. Suasana sunyi, angin yang berhembus kencang membawa butiran pasir yang menyapu siapa saja yang mengahalangi ia terbang dan ilalang-ilalang kering liar yang tumbuh membuat siapa saja yang menyaksikannya akan sangat merasa beruntung.
bersama team dan Keliling Nusantara


indahnya bukit teletubies

Setelah kembali puas kami bergegas menuju Pasir Berbisik dengan energi yang tersisa kami masih tetap semangat. Menurut cerita tidak ada yang tau pasti mengapa dinamakan Pasir Berbisik. Yang jelas tempat ini menjadi terkenal setelah beberapa judul film di garap disini. Mungkin memang deru angin yang kencang membawa butiran-butiran pasir bagaikan bisikan-bisikan yang menyerukan keindahan alam,  menimbulkan bunyi, dan menciptakan kesan romantis. Setelah dirasa cukup kami kembali ke pemukiman Desa Tengger dan kembali dengan mobil kami sebelumnya. Ini menjadi perpisahan dengan pak supir Jeep kami. Mobil membawa kami menuju ke salah satu rumah di Desa Tengger bawah untuk santap siang dan membersihkan diri dari tebalnya debu yang tersisa di wajah dan badan kami. Kami bersiap untuk santap siang bersama.  Begitu lahap kami menikmatinya. Nyaris lupa kapan kami terakhir kali bisa makan seperti ini setelah melakukan aktifitas malam yang panjang.


Melepas lelah bersama setelah berada di puncak.
Setelah energi kami cukup kami melanjutkan perjalanan menuju Air Terjun Madakaripura. Tempat ini konon dipercaya pada jaman dulu menjadi tempat semedi Patih Gajah Mada. Lokasinya cukup tersembunyi, jalanan yang sepi karena di kanan kiri banyak terdapat lembah dan jurang yang cukup dalam yang seolah siap memakannya bagi siapa saja yang tidak berhati-hati. Sesekali kita jumpai penangkaran lebah. Daerah ini pun banyak pohon randu penghasil kapuk. Semakin masuk ke dalam dan mendekati lokasi, lebar jalan pun  semakin sempit. Sekitar satu jam kami pun tiba. Perjalanan pun dimulai. Tidak mudah memang untuk menuju air terjun. Medan yang dilalui adalah melintasi sungai dan menjejakkan kaki di bebatuan sebagai pijakan. Basah tentu akan menjadi sensasi tersendiri. Dan yang cukup menegangkan adalah ketika melewati jalur bebatuan di tebing dengan posisi miring. Berpegangan pada celah-cela batu tebing dengan tetap waspada dan hati-hati karena bebatuannya yang licin akibat berlumut ini adalah salah satu cara. Uluran tangan dari kami pun siap menggamit sebagai bentuk bantuan. Jika lengah ketika  berpegangan atau  berpijak, kemungkinan besar  bisa terpeleset atau jatuh ke air. Untuk melepas lelah sebagian dari kami mencoba dinginnya air Madakaripura. Tawa riang, teriakan, dan cipratan pun mewarnai cerita di Madakaripura setelah berpanas-panas ria di Bromo. Kesejukan ini telah memberikan kebahagiaan buat kami. 
Cakrawala sore yang berarak kian gelap. Mobil membawa kami yang lelah tertidur setelah rangkaian perjalanan berhasil kami selesaikan menuju Surabaya tempat pertama kali kami bertemu. Kami pun saling mengeratkan jari jemari bersalaman, merengkuhkan sedikit punggung kami untuk saling berpelukan seolah berat untuk saling berpisah. Dan kebersamaan ini pun tetap akan terjalin utuh hingga menjadi sejarah yang abadi dalam meraih mimpi
Kami berlima pun segera menuju ke hotel yang telah kami pesan sebelumnya. Akhirnya kami bisa merebahkan punggung secara sempurna. Nyaris lupa kapan punggung ini menyentuh kasur dan dalam balutan selimut. Kami pun menikmati satu lagi anugrah Tuhan satu lagi yakni Istirahat. Kami pun tenggelam dalam gelapnya langit Surabaya terlelap dalam mimpi-mimpi kami selanjutnya.  
Ketika matahari sudah mulai merangkak naik ini pertanda kami harus cek out. Kami menikmati waktu yang tersisa untuk menapaki sudut kota Pahlawan ini. Tak jauh dari hotel kami menginap ada Museum Kapal Selam. Berlokasi di tepi Kali Mas, di pusat kota Surabaya. Lebih tepatnya di sebelah Plaza Surabaya. Monumen ini sebenarnya adalah kapal selam sungguhan yaitu KRI Pasopati. Kapal buatan Uni Soviet ini pernah ikut berperan dalam Pertempuran Laut Aru tentang Irian Barat dengan Belanda. 

Di dalam kapal selam

Setelah puas mengabadikan beberapa sudut favorit kami pun bergegas menuju Pasar Genteng menggunakan angkutan kota. Pasar Genteng ini merupakan pasar tradisional yang menyediakan oleh-oleh khas Surabaya. Kami sebelumnya telah menghimpun informasi di toko Bhek kita bisa mendapatkan semuanya. Kami pun sibuk berkutat dengan keranjang di tangan dan mencari buah tangan apa yang pas dibawa sebagai oleh-oleh. Setelah selesai semua urusan oleh-oleh kami pun berjalan di teriknya siang Surabaya mencari santap siang.
Tak jauh dari Pasar Genteng kami menemukan tempat makan di pinggir jalan yang cukup unik. Berbicara sate, di Surabaya sate disini cukup berbeda dari daerah lain. Sate Klopo Ondomohen Ibu asih cukup legendaris. Tempat makan ini sudah cukup tenar.


Menyantap Sate Ondomohen..
Irisan daging ayam dan sapi yang sudah setengah matang dalam tusukan dibakar kembali supaya matang. Yang menjadikannya khas adalah selain bumbu kacang yaitu akan dibalut atau ditaburi dengan serundeng kelapa, disertai dengan rajangan bawang merah, rajangan lombok untuk menambah sensasi pedas dijadikan menjadi satu. Serundeng membuat cita rasa khas tersendiri bagi daging yang disantap. Setelah kenyang kami pun bergegas berdiri membayar kepada Ibu Asih. Dan siap menyetop taxi menuju Bandara Juanda. Kala senja berganti gelap sang burung besi itu pun mengudara menuju kota asal kami Bandung mengantarkan kami untuk kembali pulang. Akhir dari sebuah perjalanan itu adalah pulang. Mencari jalan, menemukan bagaimana berartinya sebuah 'rumah'. Kami kembali ke rumah masing-masing dengan sejarah abadi yang kami ukir bersama-sama. Kebersamaan ini akan selalu terjalin indah..

Komentar

  1. Saya salah seorang peserta tour ini. Kami berlima tidak hanya tim pada saat pendakian ke Bromo ini, tapi lebih daripada itu, kami berlima merupakan tim dalam kehidupan nyata (soalnya masih terasa seperti mimpi pernah ke Bromo).
    Semoga kita bisa jadi tim lagi untuk mencapai "bromo-bromo" lainnya, dan juga tetap solid dalam kehidupan nyata kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya pak faisal...bromo-bromo dan habitat di sekitarnya menunggu kita para sesama mahluk ciptaanNya untuk menyambangi mereka utk sekedar bersilaturahmi dan saling mengucapkan salam demi menjaga kelangsungan hidup bersama.

      Hapus
  2. Keren.. semangat terus buat nulis dan berkarya.....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rona cerita dari Ofu - Part 1

Alhamdulilah di awal tahun ini punya kesempatan untuk melakukan hal yang berbeda sebagai s elf rewards , ucapan terimakasih atas apa yang sudah didapat dan apa-apa yang sudah dilakukan di tahun 2017 kemarin.  Satu pekan berlalu, tapi rasanya baru kemarin. Desa Ofu di Pulau Timor menjadi awal cerita yang berbeda dan indah tak bisa dilupakan. Ditempuh sekitar 4-5 jam perjalanan darat dari kota Kupang. Sepanjang perjalanan di kanan kiri disuguhi pemandang yang berbeda, terlebih setelah memasuki daerah Kolbano. Topografi yang berbeda dari umumnya di Pulau Jawa, perbukitan, jalan menanjak yang semakin meninggi seolah-seolah semakin meninggalkan daratan, laut dan langit yang terhampar luas biru kehijau-hijauan tak berbatas serta awan putih yang berarak seolah selalu hadir menggantung diatas kepala kami. Terkadang juga menjumpai savana lengkap dengan formasi hewan ternak sapi, domba yang banyak tak bertuan sedang asyik memakan rumput yang hijau. Desa Ofu terleta

Pesona Lumer Kue Cubit

Pesona lumernya nyaris sulit untuk dilewatkan bukan...?? Hmm…siapa yang tidak tergoda dengan pesona lumernya serta taburan coklat ceres diatasnya. Dari anak kecil hingga dewasa dan tidak mengenal gender untuk mencicipinya. Sudah menjadi rutinitas setiap saya berkunjung ke Lapangan Saparua ini usai saya selesai berolahraga   saya langsung menghampiri gerobak yang menjajakan kudapan empuk khas Bandung ini. Teksturnya yang empuk dan rasa manis yang pas membuat saya tidak absen untuk mencicipinya. Selain itu kita bisa memesan sesuai dengan selera kita yakni matang dan setengah matang. Untuk yang setengah matang inilah yang akan menawarkan pesona tersendiri. Nampak menggiurkan bagi si lidah ini tak sabar ingin mengecapnya.  Mungkin jika kalian sudah dirumah kudapan ini akan sangat pas dipadu dengan segelas teh hangat menikmati waktu santai dirumah sambil menonton televisi, membaca koran maupun berbincang-bincang kecil dengan keluarga dirumah. Nah, untuk mendapatkan p

Soreku semanis es krim

Soreku semanis kamu es krim..iya kamuuu Bosan saat weekend tiba diam di rumah. Namun, ketika akan bepergian pun serada enggan pula dikarenakan jalanan yang macet. Berangkat dari kebiasaan saat weekend anteng dengan tontonan drama romantis korea. Serasa terinspirasi saat bosan dan jenuh melanda.   Yups...tidak ada salahnya kita mencoba mengadopsi kebiasaan dalam drama korea tersebut. Konon katanya "ada saatnya sesuatu yang manis itu dibutuhkan" untuk menambah suasana menjadi manis dan tambah menyenangkan. Nah, menurut berbagai penelitian dan hasil penelurusan singkat rasa penasaran saya di dunia maya. Bahwa diantaranya coklat dan es krim mampu memberi ketenangan dan rasa rileks. Ada kandungan theobromine yang bersifat vasolidator , yakni menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Imbasnya, otot yang tegang menjadi rileks, dan jantung yang semula "lesu" pun menjadi giat dan aktif kembali. Kondisi ini membuat suasana hati menjadi riang.