Langsung ke konten utama

Cerita dua hari kami kemarin

Berbincang bersama Ketua Mao ..

"La iki ke tempat opo? Kok koyo ngene wae disenengi wong akeh. Opo sing didelok toh". Selorohnya lirih sambil terheran-heran. Mungkin ini adalah yang terbesit pertama kali dalam benaknya. 

Hari itu adalah hari kedua kami pulang ke kampung halaman. Setelah sekian kali rencana ini sempat tertunda karena satu dan lain hal beberapa dari kami jadwalnya agak susah untuk bisa cuti diwaktu yang bersamaan. Dan akhirnya di libur natal dan tahun baru kemarin kami bisa merealisasikannya. Di hari pertama yakni hari sabtu kami habiskan untuk bersilaturahmi ke rumah sanak saudara.

Saat pagi menyapa..

Bak permadani hijau terhampar tanpa batas .. 
Jalan desa ditepi rumah
Pada hari kedua kami agendakan untuk berwisata ke Yogyakarta. Ditempuh sekitar satu jam dari kampung halaman kami yakni Purworejo. Berhubung rombongan keluarga kami ada orang tua dan balita yang turut serta sehingga tidak memungkinkan untuk ke wisata-wisata alam yang sedikit membutuhkan ekstra effort dan lainnya (lebih ke harapan pribadi kali ya kalau yang ekstrim-ekstrim Hee..). Sehingga destinasi pertama kami menuju ke sebuah wahana yang ada di jalan Veteran Umbulharjo yakni di gedung XT Square. De Mata dan De Arca ini adalah sebuah museum. Berbeda dengan museum pada umumnya yang mungkin terkesan membosankan atau menyimpan benda purbakala, museum ini menawarkan konsep berbeda yakni museum tiga dimensi (trick eye) dan juga patung-patung tokoh terkenal yang dibuat mirip dengan sosok aslinya. Hari libur panjang menjadi moment tepat untuk mengunjungi tempat-tempat wisata. Destinasi kami pertama ini pun tak luput dari sasaran beberapa pengunjung untuk menghabiskan libur bersama keluarga. Penuh sesak pada saat pembelian tiket menjadi pemandangan kami. Tidak begitu mengular panjang sih, hanya sedikit antri pada beberapa loket pembelian tiket. Untuk harga tiket yang kami beli ialah Rp. 120.000/orang ini adalah tiket terusan untuk ketiga wahana yang berbeda. 

Rombongan kami yang terdiri dari tujuh orang mulai memasuki wahana. Kesan pertama saya adalah ini memang ini adalah tempat yang pas bagi orang yang gemar difoto-foto di berbagai macam backround. Selain itu ketika kita mau di foto dengan latar tertentu misalnya harus menunggu moment kosong dan bergantian dengan pengunjung lainnya. Kami berkeliling dari satu spot ke spot lainnya. Saya pribadi agak sempat bingung bagaimana agar kakek saya juga menikmati dengan tempat pilihan kami ini. Karena tempat ini sungguh sangat kekinian sekali juga suhu ac di dalam yang mungkin tidak cukup ramah bagi kaum manula. Beberapa dari kami yang masih muda-muda (hee**) dan bapak ibu kami sangat heboh dan cukup antusias untuk berfoto disana disini. Berpindah dari satu spot ke spot yang lainnya, rela antri demi mengabadikan moment disalah satu spot yang menarik perhatian. Rasanya cukup tak adil dan berdosa jika kami yang hanya tertawa riang larut dalam apa yang ada didepan mata kami pun perlahan juga mencoba melibatkan kakek kami untuk ikut melakukan apa yang seperti kami lakukan. Kami memberikan arahan, gaya serta ekspresi yang harus ia lakukan saat kami akan mengambil gambarnya. Gelak tawa kami dan terheran-heran melihat ekspresi beliau saat didepan kamera bahkan beberapa pengunjung pun yang kebetulan melihat sempat tersenyum dan melihat aksi kakek kami. Walaupun agak cukup ekstra effort dan berulang kali saat memberikan instruksi karena faktor pendengarannya yang sudah tidak bisa berfungsi dengan baik. Saat berada di wahana yang ketiga yaitu De Arca beliau sangat tertarik karena beberapa tokoh mungkin ada yang familiar pada zamannya. Selain itu ada petunjuk yang memberikan informasi nama tokoh patung tersebut. Beliau berusaha mengeja huruf demi huruf yang baginya pasti tidaklah mudah karena sangat kecil. Beberapa dari tokoh ia langsung mengenalinya dan sisanya beliau akan melakukan konfirmasi jika masih ada keraguan dalam benaknya. Waah...disini saya baru merasa tidak sia-sia mengajak beliau ke tempat ini karena ada spot yang mengedukasi dari sisi sejarah yang sesuai dengan eranya. Berikut adalah moment-moment kakek kami saat diambil gambarnya mengikuti instruksi pengarah gaya bak model mungkin ya.. 






Kungfuuu



Bersama Bapak SBY dan Ibu Ani


Salam hangat dari Barrack Obama di Gedung Putih ceritanya

Beberapa gambar diatas adalah hanya beberapa saja yang bisa saya bagikan. Menjadi tua adalah pasti, tapi mempunyai spirit dan jiwa yang terbuka adalah pilihan. Semoga dikemudian hari tulisan ini bisa menjadi bukti yang akan diceritakan kelak kepada anak cucu dan orang-orang baru dalam keluarga kami. Jika ada yang penasaran destinasi kami selanjutnya kemana, sedikit cerita kami melanjutkan perjalanan menuju daerah Wijilan untuk makan siang di Gudeg Yu Djum dan berakhir di Malioboro. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pesona Lumer Kue Cubit

Pesona lumernya nyaris sulit untuk dilewatkan bukan...?? Hmm…siapa yang tidak tergoda dengan pesona lumernya serta taburan coklat ceres diatasnya. Dari anak kecil hingga dewasa dan tidak mengenal gender untuk mencicipinya. Sudah menjadi rutinitas setiap saya berkunjung ke Lapangan Saparua ini usai saya selesai berolahraga   saya langsung menghampiri gerobak yang menjajakan kudapan empuk khas Bandung ini. Teksturnya yang empuk dan rasa manis yang pas membuat saya tidak absen untuk mencicipinya. Selain itu kita bisa memesan sesuai dengan selera kita yakni matang dan setengah matang. Untuk yang setengah matang inilah yang akan menawarkan pesona tersendiri. Nampak menggiurkan bagi si lidah ini tak sabar ingin mengecapnya.  Mungkin jika kalian sudah dirumah kudapan ini akan sangat pas dipadu dengan segelas teh hangat menikmati waktu santai dirumah sambil menonton televisi, membaca koran maupun berbincang-bincang kecil dengan keluarga dirumah. Nah, untuk mendapatkan p

Rona cerita dari Ofu - Part 1

Alhamdulilah di awal tahun ini punya kesempatan untuk melakukan hal yang berbeda sebagai s elf rewards , ucapan terimakasih atas apa yang sudah didapat dan apa-apa yang sudah dilakukan di tahun 2017 kemarin.  Satu pekan berlalu, tapi rasanya baru kemarin. Desa Ofu di Pulau Timor menjadi awal cerita yang berbeda dan indah tak bisa dilupakan. Ditempuh sekitar 4-5 jam perjalanan darat dari kota Kupang. Sepanjang perjalanan di kanan kiri disuguhi pemandang yang berbeda, terlebih setelah memasuki daerah Kolbano. Topografi yang berbeda dari umumnya di Pulau Jawa, perbukitan, jalan menanjak yang semakin meninggi seolah-seolah semakin meninggalkan daratan, laut dan langit yang terhampar luas biru kehijau-hijauan tak berbatas serta awan putih yang berarak seolah selalu hadir menggantung diatas kepala kami. Terkadang juga menjumpai savana lengkap dengan formasi hewan ternak sapi, domba yang banyak tak bertuan sedang asyik memakan rumput yang hijau. Desa Ofu terleta

Semarang punya cerita bagi kami.

Hei.. long time no see nich. Pertama-tama apakah kalian pernah merencanakan liburan atau trip yaa…kemanapun itu. Yang biasanya sih sudah jauh-jauh hari dirancang, bahkan mungkin berbulan-bulan, bertahun-tahun. Mungkin beberapa ada yang berjalan mulus sesuai rencana, namun pahit jika trip yang sudah kita rencanakan jauh-jauh hari harus batal atau cancel karena beberapa hal yang tidak memungkinkan. Nah, disini sekarang saya akan bercerita menuliskan pengalaman perjalanan tempo hari lalu. Ibarat kata pepatah “pucuk dicinta ulam pun tiba”. Cerita ini berawal dari saya sendiri yang berhasrat ingin naik kereta api. Entah terhipnotis apa saya kala itu, tiba-tiba muncul begitu saja. Bepergian sesaat, duduk santai, mendengarkan musik favorit di earphone , melanjutkan bacaan novel yang tertunda sambil sesekali menikmati pemandangan   gemerlap cahaya lampu dari balik jendela kaca saat perjalanan malam. Keinginan dan khayalan-khayalan suasana tersebut, langsung saya utarakan kepada tem